***
Hal
pertama yang ingin aku sampaikan, bahwa tulisan Jevera ini bukan
tulisan yang jelas atau seperti tulisan-tulisan sebelumnya.
Hanya orang-orang yang ingin MENGERTI saja yang mampu membaca tulisan
ini hingga selesai.
Kenalkan aku.
Aku ALISHA.
***
Ada banyak hal yang kurasakan sejak awal aku lahir.
Aku sering ‘tidak dimengerti’ mereka, atas keadaan diriku sepenuhnya.
Masa mudaku begitu sulit, aku di tolak mereka walaupun aku berbuat baik.
Padahal aku mempuyai otak kecil yang begitu pengasih ‘sebenarnya’.
Namun mereka tak mau melihat itu.
Hingga di usiaku tahun aku sudah lancar berbicara dengan orang lain
walupun belum dalam bentuk kalimat sulit.
Semasa kecil itulah aku mulai ‘bertumbuh’.
Ibuku berkata bahwa diusia tersebut aku sudah senang bekerja, seperti
menyapu rumah, merapikan barang-barangku sendiri dan lain-lain.
***
Beranjak diusia-usia sekolah aku mulai masuk Taman Kanak-kanak.
Aku tidak suka pergi ke sekolah diatar oleh ibuku.
Aku lebih senang sendiri.
Satu hal yang aku sukai semasa TK adalah ketika aku bermain-main.
Aku tidak suka berhitung dan sejenisnya.
Di sekolah aku termasuk anak yang aktif dan tidak bisa diam.
Sampai-sampai aku jatuh dari ayunan.
Begitupun ketika aku masuk sekolah dasar.
Sudah sangat terlihat perbedaan yang mencolok dalam diriku.
Aku selalu menyenangi sesuatu yang orang lain tidak senangi.
Aku suka melakukan sesuatu yang orang lain tidak suka.
***
Hingga saat aku masuk ke dunia SMP.
Disanalah “sesuatu” dimulai.
Aku mulai merasa aneh dan canggung dengan diriku.“Mereka tidak tahu
siapa aku!”
Banyak yang berkata bahwa aku tak mungkin bisa diubah.
Kehadiranku di keluarga layaknya ‘hampa’ tanpa arti dan penghargaan.
Aku ingin dibantu, diberikan pilihan dari setiap segala sesuatunya.
Aku merasa diremehkan (sangat).
Mereka selalu menuntutku, mengaturku seperti robot, tanpa alasan yang
baik dan kuat pastinya, dan berujung dengan –aku akan menjauhinya–.
Biarkan aku melakukan segalanya dengan dorongan hatiku sendiri.
Aku tak suka jika mereka MENEBAK-NEBAKKU, karena aku jauh lebih tahu
tentang itu.
***
Aku tak pernah dibebaskan untuk memilih, aku selalu terperangkap dalam
perintah dan pertimbangan untuk memilih.
Aku tidak akan ‘ikut’ jika itu bukan sesuatu yang menarik bagiku.
Aku sering diperlakukan buruk di masa-masa sebelum dan selama
berjalannya suatu masalah.
Aku tak pernah di hargai .. (aku menangis….)
Aku bertahan dan mencoba menurunkan “sesuatu yang terlalu tinggi”
ditengah-tengah mereka.
Berharap mereka mengerti.
Namun,
Mereka selalu berkata :
“Kamu tidak boleh bertanya!” atau “Kamu salah dan tidak masuk akal!”
Setelahnya, aku pasti akan pergi dan mencari tahunya sendiri dan aku
merasa bahwa mereka yang justru tak tahu apa jawabannya sebenarnya.
***
Mereka selalu banyak berjanji dan menuntutku untuk menjaga rahasia,
namun justru mereka yang melupakannya dan inkonsisten.
Mereka tak pernah pedulikan cara mereka dalam menyampaikan segala
sesuatunya padaku, mereka TERLALU KASAR dalam bicara.
Mereka sering menahanku untuk melakukan ini dan itu, tak bolehkanku
bersama yang ku inginkan, hingga mereka juga membiarkan aku menjadi
‘KACAU’ dalam seketika.
Dan akhirnya itu menandakan bahwa aku akan berteriak-teriak, melempari
barang-barang, dan merobek-robek gorden kamarku.
[Hei, aku ini ada!]
Mereka sering menyuruhku untuk melakukan ini, mematuhi itu, tapi aku tak
mau.
Aku ingin tahu terlebih dahulu tentang “mengapa aku harus melakukan
itu?”
Bukan karena aku penentang, tapi aku harus tahu apa yang aku lakukan dan
untuk apa itu ku lakukan.
Jika tidak, aku mau saja melakukan perintah-perintah mereka, namun
jangan paksa aku lagi untuk menuruti cara mereka.
Aku punya caraku sendiri.
***
Aku memahami segala sesuatu dalam bentuk yang lebih ideal.
Ya, bisa dibilang aku ini idealis, Jev.
***
Bila kamu sadar sedang bersamaku, maka satukan tubuhmu menjadi satu
karena aku melihat suatu perbedaan ketika kamu tidak bersamaku dengan
tulus.
***
Aku sangat percaya dengan diriku, sepenuhnya.
Aku selalu mencoba meyakinkan diri bahwa aku adalah sama dengan mereka.
Namun itu tak pernah berhasil.
Aku melihat ‘banyak hal’ yang tak bisa mereka pahami.
Aku sulit untuk cocok dengan mereka, kami selalu berbenturan.
Mungkinkah mereka bisa merubah derajat cara berpikir mereka?
Mereka yang telah hidup lebih lama dibandingkan aku, semakin tua mereka,
semakin salah mereka mengartikan.
Aku harap masih ada yang ‘mau’ memahami ini, bukan hanya menertawakan.
***
Mereka seketika telah membuatku ‘amnesia’, mereka perlahan menguburku
pada tujuan hidupku yang sebenarnya.
Silahkan berikan batasan untukku, namun jangan mereka yang memberikan
batasan itu, tapi aku sendiri.
Aku senang membatasi diriku sendiri dibandingkan dibatasi oleh mereka.
Mereka selalu memperlakukanku layaknya anak kecil.
Aku ingin diperlakukan layaknya orang dewasa atau setidaknya layaknya
teman sebayanya. Aku suka itu.
Jika mereka ingin membicarakan tentang suatu permasalahan, bicaralah
dengan penjelasan-penjelasan yang dewasa, dan berikanlah pilihan
untukku.
Namun,
Mereka selalu meremehkan aku dengan kata-kata mereka!
Mereka tak hargai aku yang mungkin tahu tentang sesuatu yang tidak
mereka ketahui.
***
Aku tak akan mudah mempercayai bila mereka mengatakan bahwa mereka
menyayangi dan mencintaiku, namun mereka memperlakukanku dengan
cara-cara yang tidak menghargaiku sama sekali.
Itu akan sangat percuma.
Lebih baik pergi saja.
Salah satu caranya adalah dengan menunjukan satu bentuk perlakukan
kalian pada keluarga kalian.
Disitulah akan terlihat apakah kalian “menyayangi atau tidak”.
Aku senang beriteraksi dengan banyak orang.
Senang memperhatikan orang lain dan menangkap sesuatu.
Akan tetapi tidak banyak yang sering mengamati itu.
***
Aku sangat suka dengan mataku sendiri.
bagian yang Tuhan titipkan dan itu sangat membahagiakanku.
Seperti ingin setiap hari mengucap syukur dan berterimakasih.
Di mataku seperti ada jendela yang mengandung banyak timbunan perasaan
dan jiwa-jiwa.
Kepekaan itu sangat berpengaruh.
Ketika mereka menyakitiku, aku akan kecewa kepada mereka.
Dan aku akan pertimbangkan kembali apakah aku harus ‘memilih’nya sebagai
orang yang memang menyayangiku!
Sebaliknya,
Jika mereka mencintaiku dan terbuka padaku, akupun akan terbuka kepada
mereka dengan cara yang tidak pernah sama dengan orang manapun.
***
Aku TIDAK MENGHARGAI orang-orang yang menyerah.
Karena menurutku itu tanda bahwa dalam diri mereka sudah TIDAK ADA
HARAPAN LAGI.
Sejak kecil aku selalu pelajari apa-apa yang mereka lakukan dan
bagaimana mereka memperlakukanku hingga kini.
Bilapun mereka tidak jujur dan terbuka padaku, aku akan tetap terbuka
dan jujur pada mereka.
Walaupun ujungnya AKU TIDAK AKAN MENGHARGAI MEREKA LAGI.
Mereka lupa bahwa aku suka dengan rutinitas.
Berikanlah aku kegiatan-kegiatan atau aktifitas-aktifitas yang mampu
mengurangi kejenuhanku.
Pribadiku yang tak bisa dibiarkan diam membuatku bisa menjadi sangat
nakal.
Mengapa?
Karena aku akan mencari-cari pekerjaan.
***
Aku tak bisa duduk diam tak berguna.
Aku senang melakukan sesuatu.
Aku sering melanggar dan melewati batas norma dan aturan yang
jelas-jelas tidak bisa diterima.
Karena tak ada yang membantuku mengerti keadaan ini.
Aku sering merasa bahwa aku adalah “orang yang buruk dan tak diharapkan
disini”.
Ini yang membuatku tertahan dan berhenti.
Di tengah-tengah mereka aku tak bisa menjelaskan apapun, aku tak bisa
memberi respon apapun.
Bayangkan saja!
Bagaimana bisa mereka mengerti soal ini?
Mereka hanya bisa mengambil kesimpulan dan kesimpulan, mensterotipe-ku
dengan sangat mudah dan buruk.
Segala sisi, lihatlah dari segala sisi.
***
Aku selalu bertanya-tanya mengapa aku ‘berbeda’ dengan mereka.
Tak ada yang mendukungku dan bisa mempercayaiku dalam setiap usahaku dan
keinginanku.
Bagaimana hubungan bisa terjakin dengan sehat jika aku, kamu dan mereka
tak mampu memberikan kepercayaan yang baik satu sama lain.
Hingga kini aku sudah tidak percaya lagi dengan kamu dan mereka karena
telah memperlakukanku seperti ini.
[aku tahu]
Lalu apa mereka bisa memperbaiki kepercayaan yang telah luntur ini?
Jikapun mereka memang mengakui bahwa mereka mengetahui aku, aku akan
coba bertanya :
“Apakah engkau sadar bahwa aku juga manusia, aku anak-anak, aku remaja,
aku dewasa?”
Mereka selalu berharap dimengerti, namun mereka tidak mau mengerti orang
lain terlebih dahulu.
***
Mereka juga pernah mengasariku dengan kata-kata dan perlakuan yang
kasar.
Mereka membiarkan diri mereka salah paham pada hal yang seharusnya bisa
mereka mengerti.
[tapi mereka tak pernah mau]
Mereka bukan lagi menegur, tapi sudah memojokkanku.
Berikanlah informasi apapun padaku, dan jelaskan sedikit yang harus aku
ketahui.
Maka kamu dan mereka pasti akan jelas.
Aku harap mereka bisa mengubah pikirannya tentang aku.
Berhentilah menjadikanku sumber masalah.
Karena aku juga layak untuk mendapatkan hak ku.
***
Aku sangat percaya pada kata hati.
Vibrasi yang datang menghampiriku lebih sering berarti benar.
Memakai naluri sebagai penyentuh hati-hati mereka.
Aku ingin mengetahui sikap yang tepat, perilaku yang tepat dan
respon-respon yang kreatif dalam setiap situasi dan kondisi.
Percayalah pada diri kita, naluri kita dan intuisi kita.
***
Mereka sering menghukumku dengan cara membenciku dan memojokkanku.
Namun hukuman semacam itu tak akan berhasil.
Ini akan semakin membuatku mundur perlahan, memberontak, dan terjebak
dalam kebencian.
Tolong, jangan berikan hukuman yang seperti itu.
Berikanlah aku alasan yang realistis dan masuk akal mengenai ‘apa
salahku’ dan ‘mengapa itu salah’?
Itu saja.
Bukan justru menghukumku dengan cara mereka yang keliru dan justru
mengajariku “membenci”.
Mereka hanya menuntutku, tanpa mencontohkan yang seharusnya dilakukan.
Lakukanlah yang kalian katakan, maka aku akan lihat dan hargai itu jika
baik.
Berikanlah peluang untuk aku memilih dari beberapa pilihan dari
pilihan terbaik sampai pilihan terburuk.
Bilapun pilihanku ternyata mengancam jiwaku sendiri, tidak baik secara
moral dan sebagainya, biarkanlah aku menanggung resikoku itu.
Karena akan ada pembelajaran sebaik-baiknya didalam sana.
***
Jika aku sedang marah, aku perlu mengutarakannya agar tiap-tiap dari
mereka mengerti.
Mau dikemanakan cinta yang kuat ini?
Mau dikemanakan kasih yang tulus ini?
Mau dikemanakan?
Aku dititipkan itu oleh Tuhan dengan segala maksud yang pastinya
membaikkan.
Sekalipun selama ini kita hidup dengan memikirkan banyak hal di otak,
namun tetap hati juga ikut terlibat.
***
Bagaimana bisa kalian mengetahui dan memahami hal ini secara bijaksana
jika kalian saja tak pernah berjabat tangan denganku, tak pernah mau
memandang mataku secara lebih dalam, agar kalian tahu.
Adakah yang bisa membantuku atas semua kejadian ini?
***
Aku sangat mudah kecewa dengan orang-orang terdekatku jika mereka
melakukan hal yang berbeda dari perkataannya.
“…aku sangat menyayangimu dan menghargaimu..” tapi perbuatannya seperti
tidak menyayangiku apalagi menghargaiku.
Ketika mereka tidak tulus dan berlaku tidak sebagaimana diri mereka
adanya : aku merasakannya sampai sejauh itu.
Mereka selalu bertele-tele dan menceritakan ‘segala sesuatu’ dengan
tidak sebenarnya.
Aku biarkan saja, jika mereka ingin orang lain jujur, lakukan itu dulu
pada diri mereka sendiri!
Jadi, jangan salahkan siapa-siapa.
Jika aku memuncak (amarah), itu karena aku ingin tunjukan betapa tidak
sukanya aku kepada manipulasi seutuhnya.
Tidak perlu marah jika kalian saat ini di manipulasi oleh orang lain.
Paling tidak aku hanya akan menjadi TIDAK ‘RESPECT’ lagi.
***
Kebebasan dalam memilih adalah salah dari yang ku butuh.
Kita butuh pengalaman, dari setiap pilihan akan muncul berbagai macam
cerita.
Tidak ada pilihan yang salah.
Salah hanya ketika kita tidak bisa mempertanggungjawabkanya dengan baik.
Bukannya begitu?
Aku akan sangat menentang ketika aku tahu bahwa seseorang atau mereka
sedang memaksakan keinginannya padaku.
Ada yang sakit dalam ‘my emotional box’, begitu aku menyebutnya.
Aku yang tak pernah bisa duduk diam, bukan semata-mata karena kebiasaan,
namun ada yang ‘sakit’.
Ketika ‘sakit’ itu muncul ke permukaan, dan aku merasa tidak diterima
mereka aku akan merasa sedih.
Perbedaan yang ada kini memang seringkali membuatku bertanya-tanya,
namun jika ditanya inginkah aku berubah menjadi mereka, aku tetap
mengatakan ‘tidak’.
Bagaimanapun ini memang diriku apa adanya.
***
Aku terbiasa dibiarkan melakukan segalanya sendiri.
Dengan tujuan yang kuat dan sangat jelas.
Seperti aku yang tidak begitu suka makan, membuat orangtuaku sering naik
pitam dan prihatin.
Ditengah kesibukan dan kegemaranku dalam suatu pekerjaan membuat mereka
khawatir.
Namun aku tidak pernah mengurusi soal makanan, karena aku ‘mengerti’.
Cukup beritahu aku apa yang ingin kalian sampaikan, selebihnya biarkan
aku yang memilih.
***
Ketika aku dipertontonkan kekerasan, kekejaman, ketidakadilan,
ketidakmanusiaan dan ketidak-berperasaan, aku akan segera bereaksi.
Di dalam hatiku yang terdalam, aku sangat mengasihi siapapun, apapun
makhluk hidup di dunia ini maupun di laur dunia ini sekalipun.
Tahukah kau, Jev.
Aku banyak menginginkan sesuatu, aku punya daftar barang-barang yang
ingin sekali aku miliki, namun biarpun begitu aku bukanlah orang yang
martealistis, aku senang berbagi.
Menjadi altruistik itu sangat bermanfaat bagiku.
Ya, aku senang menolong siapapun, walaupun sebenarnya aku bisa lepas
tangan.
Aku tak bisa pungkiri itu, karena hatiku selalu merasa seperti ini :
‘it’s come in the bottom of my heart’..
Rasa empati yang begitu besar membawaku pada satu ketentraman dalam
indahnya menolong sesama.
Walaupun memang mereka juga tak menganggapku remeh karena aku yang
senang membantu.
Kenampakan kasih sayang dan cinta yang mereka berikan akan sangat aku
junjung tinggi jika mereka memang jujur apa adanya tentang diri mereka
dan melakukan segala sesuatunya dengan ‘apa adanya’ tanpa prasangka,
dugaan-dugaan dan maksud-maksud tertentu.
Karena aku dapat ‘melihatnya’ ..
***
Keinginanku, tekadku yang kuat membuat mereka tak bisa berkata tidak
untuk setiap keinginanku.
Aku seperti mendesak mereka untuk mewujudkan itu.
Tapi jangan salah, aku punya alasan yang baik dari setiap yang aku
inginkan dan akan membuat mereka memikirkannya kembali.
Bila mereka menolak, aku akan terus menjelaskan tentang alasan-alasanku.
Sampai mereka benar-benar yakin dengan jawaban mereka.
Karena aku pasti akan terus mengingat jawaban mereka dan meminta mereka
menggenggam jawaban mereka tersebut.
Kembali pada rasa percaya diriku, aku berusaha membimbing diri agar
selalu menjadi orang yang percaya diri.
Karena ketika aku percaya dengan diriku, disitulah aku menunjukan bahwa
aku meyakini tentang keMahaan Tuhan.
Aku tak pernah bisa melupakan Tuhan, karena –karena Dialah– aku bisa
tumbuh dan berperan sebagai manusia seperti ini, dengan cara seperti ini
dan itulah satu-satunya alasan aku harus bersyukur.
Aku melihat banyak roh-roh abadi berkeliaran di atas kepalaku,
menandakan bahwa kebaikan hati akan selalu hidup walaupun manusia
tersebut sudah mati.
***
Saat-saat dimana orang-orang memandangku dengan tatapan yang khas,
seperti sedang berusaha menegaskan sesuatu yang terpancar di wajahku.
Ketika itu, biarkanlah aku masuk ke relung masa-masa kalian dengan
perlahan-lahan.
Dan jangan berikan aku gambaran-gambaran buruk dari pikiran kalian.
Maka akan kalian rasakan sebuah energi yang tak pernah kalian bayangkan.
Ajaklah aku bermain, maka kalian akan tahu.
Dan akan terlihat kepolosan dalam cinta yang tak bersyarat.
Ketika aku tersenyum dan bahagia, akan ada hamparan luas kebahagiaan :
untuk mereka.
Ketika mereka berbohong, vibrasi itu hadir.
Membuat rangkaian cerita yang berbeda dan segera datang padaku seperti
kilat.
Katakanlah sejujur-jujurnya, seburuk apapun, aku lebih menghargainya.
Jangan tutupi apapun dariku.
"Hei, untukmu yang ku maksud, DENGARLAH, rubah cara pikirmu itu!! Aku
tahu!!"
"Sampai kapanpun kau tak akan pernah bisa berpura-pura seperti itu
terus!!"
***
Kesenjangan ini menaruhku di posisi yang seakan-akan tidak mendamaikan.
Padahal bukan itu maksud dan tujuanku ‘diturunkan’ disini.
Ketika ku lahir, aku ingat tentang kehidupanku sebelumnya dengan baik.
Ada kesadaran yang kiranya berbeda dengan yang orang lain rasakan.
Seseorang mengatakan :
“…dia peduli dan memancarkan sinar kebijaksanaan yang membuat mereka
terdiam, tak terkecuali aku…”
Mungkin kah ada satu dari mereka yang bisa menerima perbedaan ini dan
mencoba membantuku.
Aku berjuang dengan segala perbedaan yang telah terjadi sepanjang
kehidupanku, tak menutup pemahaman-pemahaman lain mengenai aku.
Aku akan ‘banyak bicara’ bersamaan dengan tertutupnya mulutku.
Seringnya aku dijadikansumber kesalahpahaman, itulah salah alasannya.
***
Seketika aku berkata pada mereka mengenai ‘sosok-sosok’ yang hadir
mengelilingi.
Aku menatap sesuatu yang sama sekali tak mampu orang pahami.
Tak lama, aku mengerti bahwa malaikat telah memperantarakanku pada satu
pengetahuan yang telah Tuhan izinkan mengenai : ‘mereka’.
‘Tempat-tempat’ itu sangat menahanku.
Yang ku cintai adalah sesuatu dalam ranah visual, segala yang
mengundangku untuk berkreativitas.
Otak kananku, pergunakan itu.
[Telepati, itu sangat berguna sekali.]
***
Dulu, aku dianggap sebagai anak bodoh dan tak mampu belajar dengan baik.
Tak ada yang mengindahkanku sama sekali.
Ketika aku masuk kedunia mereka, aku selalu berdebar-debar.
Ada rasa hati seperti : aku baru masuk ke dunia orang lain.
Orang berbondong-bondong berusaha ‘memiliki ini dan itu’ yang padahal
belum tentu mereka butuhkan, tapi aku hanya mengambil yang memang aku
butuhkan.
Aku ceritakan beberapa hal kepada mereka, namun mereka hanya diam dan
terlihat tidak mengerti.
Aku merasa sangat aneh sekali.
Seperti mereka ‘salah paham’ dan menganggapku ‘salah’.
Aku bertahan dalam masa-masa ketika ku berusia tahun.
Aku melewati masa-masa yang sulit dan ‘menyakitkan’.
Aku banyak merengkuh teman-teman ketika itu.
Sampai itu sangat membuat aku bahagia.
Namun,
Itu tak berlangsung lama, aku seperti terbatasi oleh sekat yang tak
terlihat, hingga ..
Aku terpisah dengan mereka, jauh ..
Pada mulanya aku hanya memendam itu sendiri, berharap ini bisa berubah.
Aku mulai dengan berkaca diri, aku lihat diriku dari ujung kaki hingga
kepala.
Aku mulai frustasi, tertekan, cemas dan mulai mencurahkannya lewat
berbagai macam cara.
Ada ketidakamanan yang selalu mengikutiku.
Mereka yang selalu merendahkanku, meremehkanku, memanfaatkanku,
suara-suara itu sangat mengangguku.
Seperti mengkombinasikan suara-suara mereka dalam pikiranku dan itu
sangat sulit dilepaskan.
Aku berusaha menepakkan kaki di Bumi ini dengan sangat bijaksana.
Belajar memahami yang mereka suka agar aku bisa diterima.
***
Aku melihat banyak dari mereka yang justru bermasalah, namun mengapa
mereka jadi mengaturku?
Atur saja masalah mereka masing-masing.
Itu yang bisa aku ‘lihat’ secara baik sekali.
Masa-masa usia ini adalah masa yang sangat –penuh kemelut–.
Aku merasa kadar emosional ku sedang tumbuh di masa ini, dan setiap aku
mengekspresikannya –tidak ada seorangpun dari mereka yang mengerti–.
Hingga ku harus menahannya –lagi-lagi– dan meluapkan dengan berteriak
ditempat lain ketika tidak ada seorangpun yang melihat, namun yang lebih
sering adalah bergumul dengan perabotan kamarku.
Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Rumah Sakit dan segera bergerak
menemui dokter.
Aku berharap sakit kepala yang sering ku alami ini bisa berangsur
hilang.
Karena (keadaan ini) sangat membuatku selalu memutar otak seperti
tertuntut untuk mampu mengerti mereka, bukan aku yang dimegerti.
Aku diberikan obat penenang oleh dokter.
Seakan-akan selama berkonsultasi dengannya aku layaknya orang gila yang
agresif.
Esoknya berjalan sama seperti itu, obat penenang, obat tidur atau
pengurang kecemasan sudah tak ku rasakan lagi efeknya.
Semua sama saja.
***
Aku menyendiri.
Itulah waktu-waktu terbaikku, tidak ketika aku bersama mereka.
Aku hanya bisa melihat kehidupan mereka tanpa bisa mereka melihat
kehidupanku.
Banyak dari mereka yang sering mengangguku, namun aku sadar karena aku
bisa melihat mereka tanpa perlu menilai lebih jauh lagi.
Sama juga ketika aku dan mereka berbicara, aku normal disaat itu.
Namun ketika aku terlepas lagi dengan mereka, aku merasakan vibrasi dan
aliran-aliran dari dalam darah mereka, bahkan hingga detak jantung
mereka.
Disanalah AKU TAHU dan belajar banyak hal.
Ketika mereka datang untuk menyampaikan ‘apapun’ padaku, aku merasa
sangat kritis.
Seperti ada suatu missi yang harus aku jaga.
Ketika sendiri, aku merasa sangat nyaman senyaman-nyamannya.
Aku biasa berbicara pada apapun yang ada disekitarku.
Berbicara pada air, pada udara, pada bulan, bintang dan segala benda
atau apapun yang ada.
Karena sebenarnya mereka hidup, namun mereka tak mengetahui tentang itu.
***
Selepas kejadian ini aku selalu mencari informasi mengenai apa yang aku
alami.
Karena memang sedari awal aku tak sadari tentang ‘ini’.
Aku berupaya mencari tempat yang lebih menghargaiku.
Jika aku memang berbeda, lantas apakah aku pantas mendapatkan perlakukan
dan kata-kata seperti itu?
Awalnya –semua adanya ini – aku tak sadari ini.
Sampai aku temui seseorang yang mengerti.
***
Aku justru mendapat kecaman dari mereka ketika aku berbicara tentang apa
yang aku ‘ketahui’.
Mereka selalu menganggap bahwa akulah yang sebenarnya tidak mengerti
apa-apa.
Mereka mengucilkanku, menganggapku sombong karena berkata-kata yang
‘lebih’.
Padahal, menurutku, faktor usia tidak bisa dijadikan alasan bijak atau
tidak bijaknya seseorang.
Ini bukan datang dari egoku.
Mereka semua senang mengkritisiku, lebih dari itu, aku seperti di teror.
Mereka mengajukan berbagai macam pertanyaan yang benar-benar hanya ingin
mempermainkanku atau mungkin hanya mengujiku.
Disitulah aku mulai berpikir.
***
Memang sebaiknya semua ini tak perlu dibeberkan secara terang-terangan
pada mereka-mereka.
Itu pilihan yang tepat.
Karena yang ada hanya pengucilan dan keadaan-keadaan yang sangat
bertentangan.
Yang pasti sangat memfrustasikanku.
Aku berdoa agar lambat laun –semua ini– akan dikenali dan dipahami
dengan sangat baik oleh dunia.
Karena semua inilah, “PERPECAHAN itu terjadi” ..
Padahal,
Yang ku butuhkan hanyalah HATI yang tulus dan sebuah CINTA yang nyata.
Dan keyakinan penuh akan KEKUATAN TUHAN yang dijembatani oleh kebaikan
HATI.
Kisah inilah yang enggan untuk diperhatikan banyak orang |
Komentar